Header Ads

23 December 2014

TUGAS ADMINISTRASI PENDIDIKAN SINOPSIS ARTIKEL Penjaminan Mutu Satuan Pendidikan Sebagai Upaya Pengendalian Mutu Pendidikan Secara Nasional dalam Otonomi Pendidikan

TUGAS ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SINOPSIS ARTIKEL
Penjaminan Mutu Satuan Pendidikan Sebagai Upaya Pengendalian
Mutu Pendidikan Secara Nasional dalam Otonomi Pendidikan
(karya Danny Meirawan, Tenaga Pengajar pada FPTK - Universitas Pendidikan Indonesia)


Disusun Oleh :
Nama                : Ahmad Syafii
Nim                   : 13410154
Jurusan            : Pendidikan Agama Islam (PAI)


Dosen Pembimbing :
Nama : Nur Munajat, M.Si.
NIP : 19680110 199903 2 001


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013/2014
SINOPSIS ARTIKEL TENTANG PENJAMINAN MUTU ( QUALITY ASSURANCE)

A.    PENJAMINAN MUTU.
Standar mutu merupakan salah satu bagian dari administrasi pendidikan yang tidak dapat dipisahkan. Upaya menjaga mutu pendidikan sangat erat kaitannya dengan manajemen mutu. Dalam manajemen mutu semua fungsi manajemen yang dijalankan oleh para manajer pendidikan di sekolah diarahkan agar semua layanan yang diberikan semaksimal mungkin sesuai atau melebihi harapan pelanggan. Dalam perspektif manajemen mutu,
mengendalikan mutu suatu produk setelah dihasilkan bisa menghadapi resiko terjadinya sejumlah produk yang tidak sesuai dengan standar yang diharapkan. Hal ini berarti bahwa proses produksi lebih mahal. Dalam bidang pendidikan logika inipun berlaku. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya pengelolaan mutu dalam bentuk jaminan atau assurance, bahwa semua aspek yang terkait dengan layanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah mencapai standar mutu tertentu sehingga output yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Konsep yang terkait dengan hal ini dalam manajemen mutu dikenal dengan Quality Assurance atau Penjaminan Mutu.
Otonomi Daerah berdampak pada pengelolaan pendidikan di daerah. Di satu sisi, upaya otonomi pendidikan akan berpengaruh positif terhadap berkembangnya sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berbasis kepada kebutuhan dan tantangan-tantangan yang dihadapi sekolah. Di sisi lain, keragaman potensi dan sumberdaya daerah dapat menyebabkan mutu keluaran sekolah sangat bervariasi. Oleh karena itu, upaya standardisasi mutu harus menjadi fokus perhatian dalam upaya menjaga mutu pendidikan secara nasional.
Untuk itu diperlukan suatu upaya standarisasi pendidikan nasional yang disebut dengan quality assurance atau penjaminan mutu.
Dalam undang-undang no 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan dilaksanakan melalui satu sistem pendidikan nasional yang mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia.
Implikasinya adalah bahwa dalam pendidikan nasional perlu adanya suatu standarisasi yang dikonsepkan dalam PP no. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan, untuk berbagai jenis dan jenjang satuan pendidikan.
Dalam artikel yang ditulis oleh Danny Meirawan (Tenaga Pengajar pada FPTK - Universitas Pendidikan Indonesia), dia menyebutkan bahwa dalam Dalam manajemen mutu, ada dua konsep tentang mutu atau quality, yaitu konsep klasik dan konsep modern. Konsep klasik bersifat absolut, sementara konsep modern bersifat relatif.
Dalam perspektif klasik, mutu ditentukan suatu produk ditentukan oleh suatu produsen, konsep ini mutu menunjukkan kepada sifat yang menggambarkan derajat “baik” nya suatu barang atau jasa yang diproduksi atau dipasok oleh suatu lembaga. sedangkan dalam persektif modern, mutu ditentukan oleh konsumen. dalam konsep ini mutu menunjukkan kepada sifat suatu produk apakah memuaskan konsumen atau tidak .
Filosofi klasik ini telah berubah menjadi filosofi modern yang lebih tepat. Mutu suatu barang atau jasa tidak ditentukan dari dalam (produsen), namun lebih ditekankan dari luar (konsumen).
Implikasi terhadap pendidikan adalah, sekolah yang dianalogikan sebagai produsen jasa, maka mutu sekolah haruslah ditentukan oleh pelanggannya, yakni siswa dan stakeholders (orang tua, masyarakat penyandang dana dan pemakai lulusan ), bukan oleh produsen yaitu sekolah itu sendiri. Hal ini berarti bahwa sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu memberikan layanan atau jasa pendidikan yang sesuai atau melebihi harapan dan kepuasan para pelanggannya.
Dalam usaha memberikan layanan jasa pendidikan yang sesuai atau melebihi harapan dan kepuasan para pelanggannya itu, pendidikan (sekolah) harus memenuhi standar mutu atau nilai mutu. Untuk menentukan standar mutu suatu sekolah, diperlukan kriteria-kriteria pada masing-masing dimensi mutu. Menurut Sanusi (1990), dimensi-dimensi itu meliputi dimensi hasil belajar, dimensi mengajar,bahan kajian, dan dimensi pengelolaan. Dimensi hasil belajar dapat dipandang sebagai mutu output sedangkan dimensi pengelolaan dan mutu mengajar sebagai mutu proses, sementara dimensi bahan kajian sebagai mutu input. Berbagai dimensi tersebut dapat dipandang sebagai sumber-sumber mutu sekaligus sebagai fokus mutu dalam penjaminan mutu sekolah.
B.     MANAJEMEN MUTU.
Standar mutu merupakan sistem dalam manajemen mutu. Manajemen mutu itu sendiri diarahkan dalam rangka : a) memenuhi kebutuhan konsumen secara konsisten, dan b) mencapai peningkatan secara terus menerus dalam setiap aspek aktivitas organisasi.
Tujuan utama dari sistem manajemen mutu adalah untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam proses produksi dengan cara mengusahakan agar setiap langkah yang dilaksanakan
selama proses produksi diawasi sejak permulaan proses produksi itu. Dalam manajemen mutu, sistem ini memiliki keunggulan yaitu produk
yang dihasilkan terjamin mutunya, karena pencegahan kesalahan dalam proses produksi dilakukan secara ketat. Meskipun dalam jangka pendek untuk memulai penerapan sistem manajemen mutu seperti ini relatif mahal, karena harus tersedia berbagai sumber daya khususnya sumber daya manusia yang andal, namun dalam jangka panjang sistem ini sangat menguntungkan, karena dapat mencegah atau memperkecil kegagalan dalam proses produksi.
Tujuan utama dari manajemen mutu adalah meningkatkan mutu pekerjaan, memperbaiki produktivitas dan efisiensi melalui perbaikan kinerja dan peningkatan mutu kerja agar menghasilkan produk yang memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen. Jadi, manajemen mutu bukanlah seperangkat peraturan dan ketentuan yang kaku dan harus diikuti, melainkan seperangkat prosedur dan proses untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan mutu kerja.
Pada praktek manajemen mutu, dalam rangka memproduksi barang atau jasa, pertimbangan, aspirasi, dan keinginan pelanggan harus diperhitungkan. Selain itu semua faktor yang terkait dengan proses produksi harus dikelola sedemikian rupa sehingga menjamin produk yang dihasilkan serta memenuhi bahkan melebihi keinginan dan harapan pelanggan. Penerapan pendekatan manajemen itu tidak lagi memerlukan pengendalian mutu setelah produk dihasilkan, melainkan semua sumber daya dan faktor yang terkait dengan proses produksi dikelola agar terjamin dihasilkannya produk yang bermutu, yakni produk yang sesuai atau melebihi keinginan, harapan, dan kebutuhan pelanggan.
Keberhasilan penerapan manajemen mutu dalam bidang industri, membuat banyak organisasi lain kemudian ingin mencoba menerapkan manajemen mutu ini terhadap bidang mereka, termasuk pendidikan. Dalam penerapakannya, dunia pendidikan mencoba memodifikasi manajemen mutu tersebut agar sesuai dengan wilayah garapannya. Dalam bidang pendidikan, manajemen mutu merupakan cara mengatur semua sumber daya pendidikan yang diarahkan agar semua orang yang terlibat di dalamnya melaksanakan tugas dengan penuh semangat dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan sehingga menghasilkan jasa yang sesuai atau melebihi kebutuhan konsumen.
Dalam proses penerapan ini, menuntut terjadi perubahan atau modifikasi tersebut. Menurut herman (1995), modifikasi tersebut setidaknya dilakukan dalam tiga elemen :
1.      Filosofi. Sekolah dalam hal ini dipandang sebagai produsen yang memasok produk terhadap konsumen ( stakeholders). Mutu jasa yang dihasilkan ditentukan oleh seberapa jauh dia memenuhi atau melebihi kepuasan pelanggan. Oleh karena itu feedback dari pelanggan ( stakeholders) sangat diperlukan dan penting untuk dijadikan dasar dalam menentukan derajat mutu yang harus dicapai.
2.      Tujuan. Tujuan lembaga pendidikan adalah memproduksi jasa yang didistribusikan kepada semua pelanggan. Setiap aktivitas yang menjadi jasa yang diproduksi harus diberikan dalam tingkatan mutu yang lebih tinggi.
3.      Proses. Dari feedback dari pelanggan yang dijadikan derajat acuan pencapaian mutu, lembaga pendidikan harus menggunakan sumber daya manusia yang terdidik yang baik dengan sistem dan pengembangan produksi jasa yang memiliki nilai tambah yang memungkinkan pelanggan memperoleh kepuasan yang tinggi.
Dalam penerapan sistem penjaminan mutu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat pembakuan mutu. Dalam dunia industri, hal ini telah dilakukan secara internasional oleh suatu lembaga yang bernama International Organization for Standardization yang berpusat di Geneva, Swiss. Berdasarkan baku mutu yang telah dikembangkan organisasi ini, kemudian dilakukan sertifikasi kepada berbagai lembaga industri, dan diberikan sertifikat yang dikenal dengan nama ISO 9000 (International Standard Organization 9000). Penerapan standar ISO 9000 ini dapat pula diterapkan dalam pendidikan. Negara-negara maju seperti inggris dan amerika telah melakukan penerapan model ini dalam pendidikan. Dalam penerapan ini landasan filosofi berlandaskan pada mutu sekolah harus menjadi bagian dari manajemen mutu. Atas dasar filosofi ini, sistem yang menjamin dihasilkannya produk, yaitu jasa pendidikan, yang sesuai dengan atau melebihi harapan pelanggan bis a dilakukan dengan pengukuran dan kalibrasi yang tepat.
Dalam proses penerapan manajemen mutu ini, langkah-langkah yang dilakukan saling berkaitan. Langkah dalam proses penjaminan mutu ini terdiri dari 7 langkah yaitu yaitu
1.      penetapan standar.
2.      pengujian/audit mengenai sistem pendidikan yang sedang berlangsung.
3.      penyimpulan tentang ada tidaknya kesenjangan antara sistem yang ada dengan standar yang ditetapkan.
4.      Bila terdapat kesenjangan maka akan ditempuh langkah identifikasi kebutuhan dalam upaya untuk memenuhi standar yang ditetapkan.
5.      dilanjutkan dengan pengembangan sistem perbaikan dan
6.      memadukan sistem perbaikan dengan sistem yang sedang berlangsung.
7.      bila tidak terdapat kesenjangan akan ditempuh pengkajian ulang kesesuaian standar dengan sistem secara berkelanjutan.
Dalam penerapan proses manajemen mutu ini harus didasarkan pada prinsip :
1.      mutu bukan tanggung jawab pimpinan, namun tanggung jawab semua pihak dalam organisasi.
2.      Berprinsip pada mencegah kesalahan lebih utama daripada memperbaiki kesalahan tersebut.
3.      Keberhasilan dari penerapan manajemen mutu sangat dipengaruhi oleh iklim dari organisasi. Bila dalam organisasi terdapat komunikasi antar tim yang kompak, maka akan berpengaruh terhadap keberhasilan penerapan manajemen mutu ini. Sehingga setiap pihak dapat mengetahui apa yang harus dilakukan, bagaimana, kapan, dimana dan dengan siapa komunikasi harus dilakukan.
C.    CONTOH BEBERAPA PRAKTIK PENJAMINAN MUTU.
1.      New South Wales School Review.
New South Wales Department of School Education, Australia, menerapkan suatu sistem penjaminan mutu sekolah dengan nama Quality Assurance School Review. Sistem ini diterapkan dalam upaya mendukung peningkatan kualitas sekolah dalam berbagai aspek, dengan tujuan untuk menjamin bahwa sekolah yang bersangkutan memiliki keefektifan yang tinggi dalam mencapai tujuan dan hasil belajar siswa. Sistem penjaminan mutu ini dilaksanakan melalui Directorate of Quality Assurance, Department of School Education, NSW.
Dalam pengembangannya, terdapat tiga komponen sistemik dari penjaminan mutu yaitu:
a.       Komponen Belajar dan Mengajar meliputi: lingkungan belajar, proses belajar siswa, proses mengajar, perencanaan dan penerapan mengajar, penugasan dan pelaporan, serta penilaian dan refleksi.
b.      Kepemimpinan dan Budaya meliputi: kepemimpinan kontekstual, kepemimpinan untuk perubahan, kepemimpinan inklusif, kepemimpinan untuk belajar, konteks budaya, mengembangkan rasa memiliki, budaya belajar, budaya peningkatan,
c.       Pengembangan Sekolah dan Tatalaksana meliputi: tujuan sekolah, penetapan prioritas, perencanaan, tatalaksana peningkatan yang terencana, tatalaksana perubahan fundamental.
2.      Quality Assurance Framework di Hong Kong.
Di Hong Kong penerapan penjaminan mutu sekolah di kenal dengan nama Kerangka kerja penjaminan mutu pendidikan sekolah (School Education Quality Assurance Framework). Dalam kerangka ini mutu sekolah ditekankan dari aspek pengembangan (School Improvement) dan akuntabilitas. Pelaksanaannya terbagi menjadi dua kegiatan utama, yaitu melalui evaluasi diri sekolah (School Self Evaluation) dan inspeksi penjaminan mutu ( Quality Assurance Inspection).
Indikator-indikator kinerja yang dijadikan acuan dalam penilaian yang dilakukan dalam
proses penjaminan mutu meliputi 4 domein (ranah), yaitu :
a.       Manajemen dan organisasi, yang meliputi aspek-aspek kepemimpinan, perencanaan dan administrasi, pengelolaan staf, pengelolaan biaya, sumber daya dan pemeliharaannya, dan evaluasi diri.
b.      Pembelajaran, yang meliputi aspek-aspek kurikulum, pengajaran, proses belajar siswa, dan penilaian.
c.       Dukungan kepada siswa dan etos sekolah yang meliputi aspek-aspek bimbingan, pengembangan pribadi dan sosial siswa, dukungan bagi siswa yang memiliki kebutuhan khusus, hubungan dengan orang tua dan masyarakat, dan iklim sekolah.
d.      Prestasi belajar, yang meliputi aspek-aspek kinerja akademis dan non akademis.
3.      Penjaminan mutu di indonesia.
Dalam artikel yang ditulis oleh Danny Meirawan (Tenaga Pengajar pada FPTK - Universitas Pendidikan Indonesia) ini, dijelaskan dua contoh penerapan penjaminan mutu di indonesia, yaitu di level perguruan tinggi dan sekolah menengah kejuruan.
a.       Akreditasi di perguruan tinggi.
Salah satu contoh Quality Assurance di Perguruan Tinggi diambil pada bidang teknologi yang tertuang dalam Quality Assurance Handbook (83-88, 2000). Dalam handbook ini terdapat 11 unsur yang diukur, yaitu:
1)      Pembinaan dan Pengembangan Lembaga
2)      Disain Jenjang dan Kurikulum serta Unsur-unsurnya secara Eksplisit
3)      Sumber Daya Keuangan, Administrasi dan Sarana Fisik
4)      Seleksi, evaluasi dan Pengembangan Tenaga Pengajar.
5)      Seleksi Peserta Didik
6)      Dukungan dan Tuntutan Bagi Peserta Belajar
7)      Praktikum dan Kerja Praktek
8)      Penilaian
9)      Pelaporan Prestasi Peserta Belajar
10)  Sistem Pengembangan
11)  Peningkatan kurikulum yang berkelanjutan.
4.      Monitoring dan Evaluasi (ME) di Sekolah Kejuruan.
Dalam hal sekolah jurusan, salah satu penjaminan mutu disandarkan pada kebutuhan industri. Untuk memenuhi standar industri, sekolah seharusnya mengkondisikan pembelajaran seperti dalam pola industri. Sehingga akan terbentuk karyawan yang siap kerja sesuai dengan atmosfer dunia kerja. Untuk hal itu, pendekatan yang dilakukan dalam pembelajaran adalah Competency Based Training. Maksudnya adalah, siswa diberikan pola pembelajaran yang disesuaikan dengan kompetensi keahlian bidang kerja yang akan diterjuninya nanti.
Untuk membentuk pola pembelajaran yang sesuai dengan dunia kerja, maka dibagi tugas berdasarkan jenis-jenis layanannya yaitu :
a.       Bagi guru dan karyawan:
1)      Kepemimpinan
2)      Manajemen sekolah
3)      Pembinaan iklim sekolah
b.      Bagi siswa:
1)      Implementasi kurikulum dan implementasinya
2)      Kegiatan ekstrakurikuler
3)      Pengembangan pribadi siswa
c.       Pengembangan bakat dan minat Bagi orang tua dan masyarakat penyandang dana:
1)      Pembinaan pribadi siswa (agama dan akhlak)
2)      Pembentukan budaya belajar
3)      Pengembangan bakat dan minat
d.      Pengembangan kemampuan akademik Bagi pemakai lulusan:
1)      Pembentukan kompetensi lulusan
2)      Pembentukan etos kerja dan motif berprestasi lulusan
Sehingga, dengan pembagian wilayah job description masing-masing akan terbentuk pola pendidikan yang solid dan outputnya mampu disaingkan dalam pasar dunia.
KRITIK DAN SARAN
Dari pemaparan diatas, pola penjaminan mutu yang disodorkan oleh penulis artikel adalah pola penjaminan mutu ISO 9000 dimana terjadi perubahan paradigma. Maksudnya, sebelumnya penjaminan mutu yang berparadigma, bahwa sekolah yang membuat sendiri derajat mutu yang harus dicapai, sekarang bergeser ke arah konsumen. Konsumen (stakeholder) yang nantinya akan memanfaatkan outputlah yang menjadi patokan standarisasi penjaminan mutu.
Hal itu sangat menarik, kami sebagai penganalisa cukup tertarik dan antusias terhadap sistem penjaminan mutu yang disodorkan oleh penulis artikel. Karena menurut hemat kami dengan diberlakukannya standarisasi mutu pendidikan yang dilakukan atas inspirasi dari standarisasi mutu dunia industri, akan membawa dampak yang signifikan terhadap perkembangan pendidikan di indonesia.
Dengan penerapan ini, sekolah-sekolah yang notabene berada di pinggiran akan sejajar dalam permutuannya dibanding sekolah-sekolah perkotaan. Karena dengan standarisasi mutu pendidikan ini, lulusan (output) yang dihasilkan mampu disejajarkan dengan lulusan dari negara lain. Sehingga dalam pasar bebas nantinya (indonesia direncanakan akan mengikuti pasar bebas tahun 2015) indonesia memiliki lulusan yang mampu dipersaingkan dengan lulusan negara-negara maju lainnya, sehingga indonesia tidak hanya dipandang sebagai negara ladang buruh namun diharapkan berpindah menjadi negara ladang profesional, ahli ataupun konsultan.
Namun bukan berarti gading tanpa retak. Usulan ini juga memiliki beberapa kekurangan. Terutama nanti bila dilihat dari perspektif sumber daya yang ada. Pertama, jika standarisasi mutu pendidikan ini dilakukan, maka akan terjadi kesenjangan antara sekolah-sekolah di pedesaan dengan sekolah-sekolah di perkotaan karena perbedaan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya materiil, maupun sumberdaya moriil. Karena sekolah-sekolah pedesaan dianggap kurang mampu mengikuti kewajiban-kewajiban dari standarisasi ini terkait dengan kekurangan sumberdaya yang ada. Oleh karena itu, untuk menanggulangi hal ini, diperlukan upaya dari pemerintah untuk memberikan bantuan yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sekolah. Artinya bantuan yang diberikan itu bukan sama dalam bentuk angkanya (nominalnya), namun sama dalam bentuk nilainya (tingkat kebutuhannya).
Kedua, dimungkinkan terjadi tindak kecurangan atau penyalahgunaan wewenang oleh oknum-oknum tertentu. Oleh karena itu, penerapan ide ini harus benar-benar disandarkan pada kebutuhan konsumen ( stakeholder ), bukan dari intervensi oknum-oknum tertentu yang akan memanfaatkan keadaan yang ada. Untuk itu diperlukan pengawasan yang ketat dari pihak pemerintah juga pihak masyarakat bila ingin mewujudkan ide ini.
Dari itu semua, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh semua pihak adalah komunikasi yang lancar dan berkesinambungan. Selama ini, antara pihak pemerintah, sekolah maupun masyarakat seakan-akan berjalan sendiri-sendiri, kurang adanya koordinasi antar masing-masing pihak. Oleh karena itu komunikasi yang intens mutlak diperlukan adanya.
Sehingga setelah semua berjalan semestinya, akan mampu memberikan arti yang lebih terhadap pendidikan di indonesia. Terjadi perubahan ke arah kebaikan yang cukup signifikan baik pada penjaminan mutu pendidikan pada khususnya, maupun pada administrasi pendidikan pada umumnya.

Harapan terbesar tentunya, indonesia mampu menjadi produsen tenaga-tenaga profesional (bukan hanya karyawan atau buruh seperti saat ini) yang cakap dibidangnya. Yang nantinya akan mampu dipersaingkan dalam pasar global yang akan di ikuti tahun 2015, semoga. Wallahu a’lam.

0 Comments:

Post a Comment